Berbahasa Indonesia yang baik dan benar

Sumpah Pemuda merupakan jaringan pernyataan kebulatan tekad yang dijalin oleh tiga unsur yang berkaitan erat dan memiliki hubungan timbal balik. Tiga unsur tersebut adalah bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Amran Halim berpendapat bahwa penghayatan dan penerapan isi dan semangat ketiga unsur itulah yang dimaksud dengan pembinaan bahasa Indonesia. Dengan kata lain, pembinaan bahasa Indonesia adalah proses sosial budaya dan kebahasaan yang bertujuan menempatkan bahasa Indonesia pada kedudukannya yang terhormat dalam kemasyarakatan bangsa Indonesia.

Masalah pembinaan bahasa Indonesia adalah masalah yang menyangkut pemeliharaan bahasa Indonesia. Sedangkan salah satu wujud pembinaan bahasa Indonesia adalah terselenggaranya pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah masalah nasional Indonesia.

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa cocok dengan situasi pemakaiannya. Ada dua situasi pemakaian bahasa, yaitu situasi resmi dan tidak resmi. Situasi resmi adalah situasi kebahasaan yang berkaitan dengan masalah kedinasan, keilmuan, berbicara di depan umum dan berbicara dengan orang dihormati misalnya mengajar, surat-menyurat, membuat laporan, karya ilmiah, berbicara dengan atasan dan guru. Pada situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk menyampaikan gagasan. Karena itu, perlu menggunakan bahasa baku. Sedangkan situasi tidak resmi adalah pemakaian bahasa dalam pergaulan sehari-hari dengan masalah pokok keseharian. Obrolan di warung, tawar-menawar di pasar adalah contoh situasi kebahasaan tidak resmi. Pada situasi seperti ini, bahasa hanyalah merupakan alat komunikasi. Asal lawan bicara memahami maksud pembicaraan memadailah bahasa tersebut. Penyimpangan kaidah bukanlah hal yang tercela benar, asal pelanggaran tidak mengubah makna. Bahkan penyisipan bahasa asing atau daerah bukanlah suatu hal yang tidak mustahil.

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya selalu menaati kaidah bahasa Indonesia (baku). Menurut Suwito, ada beberapa ciri kebahasaan ragam baku antara lain kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata, tata bahasa dan lafal. Ragam baku bahasa Indonesia ialah bahasa Indonesia yang tata cara dan tertib penulisannya mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan serta tertib dalam pembentukan istilahnya yang berpedoman kepada pedoman umum pembentukan istilah bahasa Indonesia. Bahasa baku harus menggunakan kata-kata baku seperti bagaimana, mengapa, memberi bukannya gimana, kenapa, kasih dan sebagainya. Selain itu, bahasa baku harus taat asas pada kaidah ketatabahasaan yaitu konsisten menggunakan hukum diterangkan menerangkan pada pembentukan kata serta menggunakan subjek predikat dalam pembentukan kalimat. Pada bahasa lisan, ragam baku bahasa Indonesia adalah ragam bahasa yang relatif bebas dari atau sesedikit mungkin diwarnai oleh lafal bahasa daerah atau dialek setempat.

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai situasinya dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Berdasar asumsi ini, ada dua syarat utama yang harus dipenuhi pemakai bahasa Indonesia agar pemakaian bahasa Indonesia-nya baik dan benar. Syarat tersebut adalah memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia dan memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapi. Seseorang yang menggunakan bahasa baku dalam situasi resmi dan menggunakan ragam tidak baku dalam situasi tidak resmi adalah orang yang mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena sesuai dengan fungsi dan situasinya.

Agar bisa memakai bahasa Indonesia secara baik dan benar, maka perlu adanya sikap positif para pemakai bahasa Indonesia. Menurut Garvin dan Mathiot, sikap ini setidaknya mengandung tiga ciri pokok yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong masyarakat untuk mempertahankan kemandirian bahasanya. Kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong orang atau sekelompok menjadikan bahasanya sebagai identitas pribadi atau kelompoknya sekaligus membedakan dengan yang lain. Sedangkan kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, korek, santun dan layak. Kesadaran demikian merupakan faktor yang menentukan dalam perilaku tutur. Sikap tidak ada gairah untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, mengalihkan kebanggaan kepada bahasa lain yang bukan miliknya dan sikap tidak memelihara cermat bahasa dan santun bahasanya harus dicegah karena akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia.

Karena itu, sebagai wujud penghargaan dan perhormatan terhadap pahlawan bangsa yang telah mencetuskan ikrar Sumpah Pemuda, marilah kita tumbuh kembangkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. **
Previous
Next Post »
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di BAHASA INDONESIA